LINTAS SUMBA – Kelangkaan BBM jenis Pertalite yang dialami masyarakat Sumba Barat Daya menjadi sebuah potret nyata ketidakmampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya, sekaligus memunculkan pertanyaan kritis tentang adanya unsur politik di balik ketidakaktifan pemerintah.
Salah satu poin kuat dalam artikel ini adalah pengamatan terhadap perubahan sikap pemerintah yang, pada tahun-tahun sebelumnya, dikenal tegas dalam menindak para penimbun BBM. Namun, kali ini, tindakan tegas tersebut tampak absen.
Apakah kondisi ini berkaitan dengan suasana politik menjelang pemilihan bupati yang secara implisit menunjukkan bahwa pemerintah daerah mungkin memilih untuk menghindari konfrontasi yang bisa merugikan elektabilitas mereka?
Jika benar pemerintah daerah membiarkan kelangkaan ini berlanjut demi menghindari benturan politik, maka mereka telah mengabaikan tanggung jawab utama untuk melayani dan melindungi rakyat.
Ini bukan hanya masalah BBM; ini adalah masalah integritas pemerintahan dan kepemimpinan.
Selain itu, ketidakadilan sosial yang diperburuk oleh kelangkaan BBM juga nampak. Masyarakat yang bergantung pada Pertalite, terutama kalangan ekonomi bawah, menjadi korban dari ketidakberesan distribusi BBM.
Ketidakadilan ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, tetapi juga berpotensi menambah kesenjangan ekonomi di daerah.
Namun, di sisi lain, siapa yang sebenarnya diuntungkan dalam situasi ini? serta bagaimana pola distribusi BBM diatur dan diawasi?
Menyebutkan data atau bukti konkret terkait dugaan penimbunan BBM atau siapa saja aktor-aktor yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan ini juga akan memperkuat argumen bahwa kelangkaan ini lebih dari sekadar kebetulan.