LINTAS SUMBA Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur, tengah menjadi sorotan tajam publik.

Bukan karena prestasi, melainkan dugaan praktik pungutan liar dan sikap represif terhadap kelompok tani yang mengelola proyek sumur bor dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2024 senilai Rp300 juta.

Kecurigaan mencuat setelah sejumlah petani angkat bicara mengenai perlakuan tidak adil yang mereka alami.

Salah satunya diungkapkan oleh Marta Muda Kaka, Ketua Kelompok Tani Lara Ndaha, Desa Moro Manduyo, Kecamatan Kodi Utara.

Ia menyampaikan bahwa saat pencairan tahap pertama sebesar Rp75 juta untuk pengeboran, mereka diminta menyetor dana sebesar Rp7,4 juta kepada Kepala Bidang PSP Dinas Pertanian SBD, Haris Matutina, tanpa disertai kwitansi atau bukti penerimaan resmi.

“Waktu Pak Haris Matutina kasih rekomendasi, dia sudah pesan memang untuk setor yang Rp74 juta,” ungkap Marta Muda Kaka, saat ditemui sejumlah wartawan di kediamannya, pada Kamis, 1 Mei 2025.

“Saya malah tambah lagi Rp300 ribu buat beli rokok karena saya pikir ini bagian dari terima kasih,” tambahnya dengan nada kecewa.

Ironisnya, anggaran tak jelas itu tidak pernah dijelaskan penggunaannya kepada kelompok tani.

Tak hanya itu, Dinas Pertanian juga diduga ikut campur terlalu jauh dalam pengelolaan proyek swakelola tersebut.