LINTAS SUMBA – Pemulangan jenazah pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang 2024 menunjukkan angka yang mencengangkan, dengan 125 peti jenazah yang dipulangkan ke tanah air.

Dari jumlah tersebut, hanya lima yang tercatat sebagai pekerja migran legal, sementara 120 lainnya berangkat secara non-prosedural. Angka ini menggambarkan kesenjangan yang sangat besar dalam sistem migrasi pekerja di NTT.

Demikian disampaikan Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT, Suratmi Hamida, saat ditemui lintassumba.com, pada Jumat, 31 Januari 2025.

“Sekalipun Indonesia menganggap sebagian besar para pekerja migran ini ilegal, Malaysia tetap menganggap mereka sebagai pekerja legal. Ini terbukti dengan tanggung jawab pemberi kerja di Malaysia yang memulangkan jenazah mereka, meski status mereka sebagai pekerja ilegal di Indonesia,” ujarnya.

Lebih dari 90% dari pekerja migran asal NTT yang berangkat adalah perempuan, khususnya ibu-ibu, yang mendominasi sektor pekerjaan rumah tangga. Suratmi menyoroti tingginya angka stunting di NTT, yang ia kaitkan dengan fenomena pekerja tersebut.

Banyak ibu muda yang baru menikah dan meninggalkan anak-anak mereka untuk bekerja di luar negeri, menyebabkan pola asuh yang kurang optimal dan berpotensi merugikan kesehatan anak.

Pada tahun 2024, NTT tercatat sebagai provinsi dengan angka penempatan pekerja migran tertinggi di Indonesia, dengan mayoritas tujuan ke Malaysia.

“Saya tidak mau NTT dijuluki sebagai Provinsi Sumbangan Pembantu Terbayak,” tegasnya.

Namun, Suratmi juga mengakui kenyataan bahwa keterbatasan ekonomi di NTT memaksa banyak warga mencari pekerjaan ke luar negeri.