LINTAS SUMBA – Kabar mengejutkan kembali mengguncang masyarakat Sumba Barat Daya.
Bagaimana tidak? Salah satu oknum pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diduga melakukan aksi tidak terpuji, yakni pungutan liar (pungli) terhadap kepala desa terkait pencairan dana desa.
Tuduhan ini, jika terbukti benar, akan menjadi tamparan keras bagi kredibilitas pemerintahan daerah.
Mengutip dari salah satu kepala desa yang menjadi korban, pungli tersebut berkisar antara Rp5 juta hingga Rp10 juta setiap kali pencairan dana desa.
Tidak hanya itu, kades mengaku telah memiliki bukti-bukti kuat berupa rekaman telepon dan tangkapan layar percakapan WhatsApp yang menunjukkan komunikasi dengan oknum kepala dinas (kadis) Sumba Barat Daya tersebut.
Yang lebih mencengangkan, oknum kadis itu disebut-sebut telah kembali menghubungi kepala desa untuk meminta “jatah” dari pencairan dana desa tahap satu tahun 2025, sebelum masa jabatannya berakhir. Perilaku ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai prinsip keadilan dan kepercayaan publik.
Sadisnya, kasus ini bukanlah yang pertama, dan mungkin juga bukan yang terakhir. Dana desa yang adalah hak masyarakat telah menjadi sumber penghasilan tambahan bagi pejabat tersebut.
Ketika seorang kepala desa dipaksa membayar “fee” hanya demi melancarkan administrasi, maka jelas ada mekanisme birokrasi yang sengaja dipersulit untuk kepentingan oknum tertentu.
Kasus seperti ini juga menyoroti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aparat birokrasi.
Tinggalkan Balasan