LINTAS SUMBA – Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat Indonesia tanpa terkecuali karena menunjang berbagai aktivitas, mulai dari transportasi hingga kegiatan ekonomi sehari-hari.
Pemerintah Indonesia telah memberikan subsidi BBM yang cukup besar dan khususnya jenis Pertalite, dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan energi.
Subsidi ini mencapai sekitar 70% dari harga sebenarnya, sehingga masyarakat dapat membelinya dengan harga yang lebih terjangkau.
Sumba Barat dalam beberapa pekan terakhir, sedang mengalami kelangkaan BBM yang berdampak signifikan terhadap pemenuhan dan ketepatan sasaran subsidi bagi masyarakat.
Penyebab fenomena ini tentu bukanlah hal baru dan merupakan rahasia umum sebab penyebabnya adalah oleh sebagian besar pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang membeli BBM subsidi dalam jumlah banyak untuk dijual kembali dalam bentuk eceran untuk mendapatkan keuntungan.
Praktik ini jelas merupakan pelanggaran hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 53 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang memperdagangkan BBM subsidi secara bebas.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.
Di kutip dari artikel pusiknas.polri.go.id dijabarkan bahwa salah satu bentuk kejahatan terhadap migas salah satunya yaitu penimbunan minyak bumi dan gas.
Tindakan tersebut merugikan negara dan masyarakat, pelaku dijerat dengan Pasal 55 Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.